ETIKA
BISNIS
NAMA : FILIN ANGGRAINI
KELAS/NPM : 4EA13 / 10209576
MATA
KULIAH : ETIKA BISNIS
DOSEN :
RINI DWIASTUTININGSIH
KONSUMEN
ADALAH RAJA
Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.[1] Jika
tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan),
maka dia disebut pengecer atau distributor.
Perilaku Konsumen
Jika
dilihat dari perilaku konsumen dalam mengonsumsi suatu barang dibedakan menjadi
dua macam, yaitu perilaku konsumen rasional dan perilaku konsumen irasional.
Perilaku Konsumen Rasional
Suatu
konsumsi dapat dikatakan rasional jika memerhatikan hal-hal berikut:
- barang tersebut dapat memberikan kegunaan optimal bagi konsumen;
- barang tersebut benar-benar diperlukan konsumen;
- mutu barang terjamin;
- harga sesuai dengan kemampuan konsumen.
Perilaku Konsumen Irasional
Suatu
perilaku dalam mengonsumsi dapat dikatakan tidak rasional jika konsumen
tersebut membeli barang tanpa dipikirkan kegunaannya terlebih dahulu.
Contohnya, yaitu:
- tertarik dengan promosi atau iklan baik di media cetak maupun elektronik;
- memiliki merek yang sudah dikenal banyak konsumen;
- ada bursa obral atau bonus-bonus dan banjir diskon;
- prestise atau gengsi
Ada satu idiom yang menyebutkan
bahwa pelanggan adalah raja. Karena itu, siapapun orang yang menjadi
pelanggan harus dilayani dengan sebaik-baiknya, tanpa membedakan
apakah pelanggan tersebut memiliki jabatan tertentu ataupun berasal dari
trah keluarga tertentu. Satu contoh, jika ada orang yang masuk ke rumah makan,
maka dia adalah pelanggan yang berhak mendapatkan pelayanan yang sama baik,
sama berkualitasnya, dengan pelanggan lain yang juga masuk ke rumah makan itu.
Jangan pernah membedakan
pelayanan yang anda berikan hanya karena melihat tampang atau gaya
berpakaian orang yang anda layani. Apalagi, jika sampai melakukan
justifikasi yang salah kaprah. Seperti sebuah peristiwa yang terjadi di salah
satu rumah makan yang baru saja berdiri di Kota Malang. Dari ragam menu yang ditawarkan,
rumah makan yang dekat dengan stasiun Kota Baru ini membidik pelanggan/konsumen
dari kalangan menengah ke atas. Nah, beberapa waktu lalu ada seorang pejabat
pemerintahan yang datang ke rumah makan tersebut dan memilih menu kepiting.
Sayangnya, waiter yang mendapat pesanan tidak langsung menuliskan menu yang
diminta, tapi malah mengatakan bahwa menu itu mahal (yang berarti pelayan
bersangkutan tidak percaya bahwa pelanggannya mampu membayar menu yang
dipesan).
Bukan sebuah langkah bijaksana
jika anda memperlakukan seseorang sebagai pelanggan kelas dua, hanya karena
melihat tampangnya yang ‘kurang meng-kota’, stelan baju biasa dan tak terlihat chic,
atau tongkrongan mobil yang tak terlihat mewah. Sebab, ada banyak orang kaya
yang memang lebih suka berpenampilan biasa. Dan kalaupun pelanggan yang anda
hadapi memang orang biasa dengan kantong yang biasa pula, anda tetap tidak
dapat memperlakukannya dengan semena-mena. Karena pada dasarnya, menurut
saya tak ada istilah pelanggan kelas dua. Kalaupun ada beberapa instansi
yang mengelompokkan sebagian pelanggan sebagai prime customer, bukan berarti
mereka menjadikan pelanggan lain sebagai kategori yang diduakan. Prime
customer, mendapat beberapa tambahan layanan dan memperoleh perhatian eksklusif
karena mereka membayar lebih mahal, namun demikian instansi/perusahaan
tersebut biasanya juga tetap ‘merawat’ dan memperhatikan ’para
pelanggan biasa’ itu.