ETIKA
BISNIS
NAMA : FILIN ANGGRAINI
KELAS/NPM : 4EA13 / 10209576
MATA
KULIAH : ETIKA BISNIS
DOSEN : RINI DWIASTUTININGSIH
Gerakan
Konsumen di Indonesia
Gerakan
Konsumen Sebagai Gerakan Kemasyarakatan Baru
(JJ
Amstrong Sembiring) Agenda gerakan konsumen secara umum adalah membangkitkan
kesadaran kritis konsumen secara kontinuitas. Kesadaran kritis itu bukan saja
diserahkan pada hak-hak konsumen, tetapi juga pada proses pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan kepentingan konsumen, serta berbagai keputusan yang
terkait dengan kepentingan publik dan konsumen yang harus dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka (accountable),[1]bahkan keputusan yang
dibuat jelas-jelas melanggar hak konsumen, harus dilawan. Akan tetapi semangat
perubahan itu tidak hanya bermuara pada itu saja, bisa juga meluas ke dalam
aspek kehidupan lain baik itu dari persoalan lingkungan, persoalan hak
bermukim, persoalan pendidikan, persoalan pembinaan kebudayaan, persoalan
ekonomi, persoalan moral[2] menjadi urusan kita semua.
Bagaimana
dengan sejarah awal mula munculnya gagasan hukum konsumen dan berdirinya
gerakan-gerakan perlindungan konsumen di Indonesia? Masalah perlindungan
konsumen di Indonesia baru mulai terjadi pada dekade 1970-an. Hal ini ditandai
dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan
Mei 1973 (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003: 15).
Ketika
itu, gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat
melalui bebagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian,
pengujian, pengaduan, dan publikasi media konsumen. Ketika YLKI berdiri,
kondisi politik bangsa Indonesia saat itu masih dibayang-bayangi dengan
kampanye penggunaan produk dalam negeri. Namun, seiring perkembangan waktu,
gerakan perlindungan konsumen (seperti yang dilakukan YLKI) dilakukan melalui
koridor hukum yang resmi, yaitu bagaimana memberikan bantuan hukum kepada
masyarakat atau konsumen (Yusuf Shofie, 2002: 28).
YLKI
merupakan salah satu lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM)
yang bisa dikatakan sebagai pelopor gerakan perlindungan konsumen pertama di
Tanah Air. Tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk membantu konsumen agar
hak-haknya bisa terlindungi. Di samping itu, tujuan YLKI adalah untuk
meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya
sehingga bisa melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, YLKI melakukan kegiatan (C. Tantri D. dan Sulastri, 1995:
9-15) sebagai berikut.
a.
Bidang
pendidikan.
b.
Bidang
penelitian.
c.
Bidang
penerbitan, warta konsumen, dan perpustakaan.
d.
Bidang
pengaduan.
e.
Bidang
umum dan keuangan.
Sebenarnya,
didirikannya YLKI adalah sebagai bentuk keprihatinan sekelompok ibu-ibu pada
saat itu yang melihat perkembangan masyarakat Indonesia yang lebih menyukai
produkproduk luar negeri. Munculnya YLKI tidak lepas dari kampanye “cinta
produk dalam negeri” yang saat itu kritis terhadap barang/ jasa yang tidak aman
atau tidak sehat untuk dikonsumsi. Upaya YLKI yang pertama adalah mendesak
produsen susu kental manis untuk mencantumkan label “Tidak Cocok untuk Bayi”
dalam kemasan susu kental manis, yang lebih banyak mengandung gula daripada
susu.
Sebagai
salah satu LPKSM, YLKI masih terus berkembang hingga kini dan tetap menjadi
pelopor gerakan perlindungan konsumen. Pihak konsumen yang menginginkan adanya
perlindungan hukum terhadap hak-haknya sebagai konsumen bisa meminta bantuan
YLKI untuk melakukan upaya pendampingan dan pembelaan hukum.
Setelah
itu, sejak dekade 1980-an, gerakan atau perjuangan untuk mewujudkan sebuah
undang-undang tentang perlindungan konsumen (UUPK) dilakukan selama
bertahun-tahun. Pada masa Orde Baru, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) tidak memiliki greget besar untuk mewujudkannya karena terbukti
pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen (RUUPK) selalu
ditunda.
Baru
pada era reformasi, keinginan terwujudnya UUPK bisa terpenuhi. Pada masa
pemerintahan BJ Habibie, tepatnya pada tanggal 20 April 1999, RUUPK secara
resmi disahkan sebagai UUPK. Dengan adanya UUPK, jaminan atas perlindungan
hak-hak konsumen di Indonesia diharapkan bisa terpenuhi dengan baik. Masalah
perlindungan konsumen kemudian ditempatkan ke dalam koridor suatu sistem hukum
perlindungan konsumen, yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional.
Dalam
Penjelasan UUPK, disebutkan bahwa keberadaan UU Perlindungan Konsumen
adalah dimaksudkan sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan
konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Dengan kata lain, UU
Perlindungan Konsumen merupakan “payung” yang mengintegrasikan dan memperkuat
penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
Seiring
perkembangan waktu, gerakan-gerakan konsumen banyak tumbuh dan berkembang di
Tanah Air. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM), sebagai
lembaga yang bertugas melindungi hak-hak konsumen, menjamur di mana-mana.
Tentunya, perkembangan tersebut patut disambut secara positif.
Munculnya
gerakan konsumen adalah untuk membangkitkan kesadaran kritis konsumen secara
kontinuitas. Kesadaran kritis ini tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan
hak-hak konsumen, tapi juga dalam proses pengambilan keputusan yang terkait
tentang kepentingan konsumen, serta berbagai keputusan yang terkait dengan
kepentingan publik dan konsumen yang harus dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar